 |
sumber gambar: dostnet.biz |
Kata “cinta”, tentunya bukan suatu yang asing lagi
bagi kita. Satu kata ini akan menimbulkan begitu banyak interpretasi bagi
setiap orang yang mendengarnya. Umumnya, ia menjadi simbol pengungkapan rasa
kasih sayang yang sangat pada seseorang ataupun sesuatu. Bermacam-macam emosi
akan bercampur dalam jiwa seseorang ketika ia merasakan apa yang dinamakan
“cinta” tersebut. Apakah ia nanti akan sering senyum-senyum sendiri ketika memikirkan
yang dicintainya, atau malah menangis tersedu-sedu ketika merindukannya.
Dalam cinta manusia kepada Allah, konsep ini lebih
mengarah kepada cinta yang dihiasi tangisan. Seseorang yang cinta kepada Allah,
apabila telah keasyikan berkomunikasi dengan-Nya terkadang dihadapkan dalam
berbagai kondisi, seperti: harap, takut, sedih, tangis, bahagia, gemetar,
tenang, berdebar dan lain sebagainya. Mari kita perhatikan pelajaran dari
kehidupan para sahabat dahulu.
Dari Abi Hurairah r.a., dia berkata: “Ketika turun ayat afamin hadzal hadiisi, wa tadhhakuuna wa laa tabkuuna, wa natum
saamiduuna, menangislah para sahabat (ahli shuffah) hingga mengalirlah air
mata mereka membasahi pipi, dan ketika Rasulullah mendengar tangisan mereka,
beliau pun menangis bersama mereka, maka kami pun menangis karena (terdorong
oleh) tangisannya. Beliau bersabda: tidak akan masuk neraka orang yang menangis
karena takut kepada Allah dan tidak akan masuk surga orang yang terus-menerus
berbuat dosa. Sekiranya kamu tidak berdosa pasti Allah akan mendatangkan
orang-orang yang berdosa kemudian Dia mengampuni mereka”. (H.R. Al-Baihaqi)