8:10 PM -
Perihal Bahasa
5 comments
Kata “Hati” yang Membingungkan
sumber gambar: fitrikhaeranisiregar.blogspot.com |
Siapa yang pernah bingung dengan kata “hati”?
Eits, ini bukan tentang bahasan
cinta-cintaan, kok. Kali ini saya ingin membahas kata “hati” dalam bahasa
Indonesia dan perbandingannya dengan bahasa yang lainnya.
Saya akan kasih contoh,
“Hatiku berdebar-debar ketika ia
berada di hadapanku.”
Apakah Anda melihat sesuatu yang agak janggal dari kata
tersebut?
.
.
.
Yup, benar sekali. Kok, “hati” bisa berdebar-debar, ya? Bukannya yang berdebar-debar
itu biasanya “jantung”?
(Kalau Anda sadar akan hal ini, berarti Anda memiliki
kepekaan bahasa. Selamat.^^)
Terus, ada juga kasus seperti ini.
“Seorang ustaz
menyampaikan bahwa penyakit hepatitis banyak dialami oleh orang kaya dan mapan,
maupun yang rupawan. Menurutnya, hal itu bisa terjadi ketika dalam hati mereka
terdapat perasaan iri atau dengki walaupun sudah memiliki kelebihan di suatu
sisi.”
Simpelnya, konon menurut ustaz tersebut, seseorang dapat
terkena penyakit hati seperti hepatitis dan kawan-kawannya apabila “hati”-nya
kotor oleh perasaan iri atau dengki. Kira-kira benarkah pendapat ustaz tersebut?
Nah, kini akan saya bahas sedikit
terkait kata “hati” yang kian membingungkan ini.
Secara fisik, “hati” biasanya kita artikan sebagai organ
tubuh yang ada pada makhluk hidup yang dalam istilah ilmiahnya disebut lever. Lever ini mempunyai berbagai
fungsi, salah satunya adalah melakukan penyerapan sari-sari makanan dan
menetralkan racun yang masuk ke dalam tubuh. Apakah “hati/lever” ini bisa
berdebar-debar? Tentunya tidak, karena yang organ tubuh yang dapat
berdebar-debar hanyalah jantung yang bertugas memompa darah.
Dalam bahasa Arab, kita mengenal kata qalbun yang diserap ke bahasa Indonesia menjadi kalbu dan sering
juga disebut “hati”. Padahal, artinya kata qalbun
ini secara fisik adalah “jantung”, sedangkan “hati/lever” dalam bahasa Arab
disebut kabada (Saya mengeceknya di
Google Translate karena bukan ahli bahasa Arab. Hehe.). Hal ini sama dengan
kata heart dalam bahasa Inggris yang
juga diartikan sebagai “hati”, padahal makna aslinya lebih tertuju pada
“jantung”. Jika ada kasus seperti di atas, ketika ada ustaz yang mengatakan
kalau ada seseorang yang sering mengotori “hati/qalbun”-nya, maka seharusnya orang itu menderita penyakit jantung,
bukan hepatitis.
Dari dua pembahasan tersebut, kata “hati” ternyata tidaklah
merujuk pada wujud organ hati dalam tubuh manusia saja. Di dalam bahasa
Indonesia, kata “hati” memiliki tujuh arti kata yang berbeda-beda sesuai
konteks pemakaiannya. Menurut Mbah Kababe’i (baca: KBBI [Kamus Besar Bahasa
Indonesia]), berikut ini adalah arti katanya:
ha·ti [1] n 1 Anat organ badan yg berwarna kemerah-merahan di
bagian kanan atas rongga perut, gunanya untuk mengambil sari-sari makanan di dl
darah dan menghasilkan empedu; 2 daging
dr hati sbg bahan makanan (terutama hati dr binatang sembelihan): masakan sambal goreng --;
3 jantung: -- nya berdebar-debar; 4 sesuatu yg ada di dl tubuh manusia yg dianggap
sbg tempat segala perasaan batin dan tempat menyimpan pengertian (perasaan
dsb): segala
sesuatunya disimpan di dl --; membaca dalam -- , membaca dalam batin
(tidak dilisankan); berbicara dr -- ke -- , dng jujur dan terbuka; 5 apa yg terasa dalam batin: sedih -- ku memikirkan
nasib kawanku itu; 6 sifat
(tabiat) batin manusia: orang itu baik -- nya; 7 bagian yg di dalam sekali (tt buah, batang,
tumbuhan, dsb).
Pada arti kata nomor 1 dan 2, “hati” mengacu pada lever.
Lain halnya pada nomor 3, hati diartikan sebagai “jantung”. Kok bisa? Menurut saya, hal ini sangat
berhubungan dengan arti kata nomor 4, 5, dan 6 yang mengacu pada “hati” yang
bersifat nonfisik atau batin. Dalam bahasa asing–seperti qalbun pada bahasa Arab dan heart
pada bahasa Inggris–, “hati” batin ini dianggap sebagai pusat perasaan. Maka
dari itu, bahasa lain dia mengambil istilah “jantung” sebagai representasinya
yang merupakan pusat tubuhnya manusia–khusunya dalam peredaran darah. Berbeda
dengan bahasa Indonesia mengambil “hati” sebagai representasinya. Hal ini
disebabkan masyarakat Indonesia telah mengenal “hati” sebagai sumber emosi
manusia, sehingga pusat batin itu pun lebih umum disimbolkan dengan “hati”,
bukan “jantung”.
Oh iya, “hati” batin ini bukan terletak di lever ataupun
jantung lho, walaupun kebanyakan
orang apabila ditanya di mana letak hati pasti akan meletakkan tangannya di
atas dadanya. Letak “hati” batin ini lebih tepatnya berada di otak, yaitu pada
bagian amygdala yang berfungsi
sebagai pusat ingatan emosi. Jadi, jelaslah segala perasaan yang katanya
bersumber dari “hati” itu sebenarnya adalah dari otak.
Kalau sudah mengetahui hal ini, mungkin kadang kita akan
merasa geli ketika ada seseorang yang bilang, “Jangan pikir pakai hati, tapi
pakai otak, dong!” Padahal keduanya
sama saja. Hehe.
Semoga setelah membaca tulisan ini Anda tak bingung lagi
dengan kata “hati”. :D
Yansa El-Qarni
Catatan:
Terdapat dua kata “hati” di dalam
KBBI, namun kata “hati” yang kedua berbeda kata dasarnya dengan kata “hati”
yang dibahas di sini.
ha·ti
[2], ha·ti-ha·ti adv
ingat-ingat; hemat-hemat; waspada.
5 comments:
Bagus, membuat saya berpikir ulang, ternyata masih ada penafsiran yang salah tentang hati ini. Keep writing. :-)
www.muslimgreget.com
Eh, ada penulis yang mampir di blog saya... :D
Wah... wah... :D
waah keren.. saya baru tau otak emosi *maklum jarang belajar biologi :P
Oya sekali2 baca tulisan saya juga ya kang di http://the-sealovers.blogspot.com
Hanupis ;)
Hahaha... Siap2... :)
Eh, mau dipanggilnya Nisa Rahmah Suci atau Ginanjar Eka Arli nih... Hehe... :D
Post a Comment