5:45 PM -
Bincang-bincang
2 comments
Dari Kasih Sayang, Tanpa Transaksional
Apa saja sih tugas istri?
Mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan
rumah-lah.
Kalau tugas suami?
Mencari nafkah.
Kalau yang harus melayani pasangan, siapa?
Hmmm..., istri.
Yang mengasuh anak siapa?
Ya..., istri-lah.
Yang belanja, jaga rumah, memasak,
bersih-bersih, dan lain-lain siapa?
Hmmm..., istri juga.
Jadi itu istri atau pembantu?
Istri.
***
Kala ini, pandangan umum
orang-orang tentang status istri kadang tak jauh beda dengan pembantu.
Seolahnya, seorang istri adalah sosok yang merangkap sebagai petugas
bersih-bersih rumah, petugas laundry,
babysister, koki, dan sebagainya.
Apalagi jikalau sang istri merupakan ibu rumah tangga murni yang bukan berasal
dari kaum terpelajar atau wanita karir, tak ayal akan terlihat seperti pembantu
yang selalu standby di rumahnya.
Tapi adakah yang tahu, apa sih sebenarnya tugas seorang istri?
Berdasarkan pendapat para fuqaha
(ahli fikih), kewajiban istri kepada suami hanya sebatas memberikan pelayanan
secara seksual saja. Jadi, istri tidak-lah mempunyai kewajiban untuk
melaksanakan tugas-tugas seperti yang disebutkan di atas.
Sebaliknya, bagaimana halnya dengan tugas suami? Nah, ternyata
tugas suami yang sebenarnya adalah melakukan hal-hal yang telah disebutkan
sebelumnya. Hal ini didasari oleh kewajiban suami atas istri yang mencakup
memberi nafkah lahir dan batin, yang berarti pekerjaan memasak, mencuci
pakaian, membersihkan rumah, dan sebagainya, pada dasarnya adalah kewajiban
suami.
Kaum laki-laki itu adalah
pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka
(laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki)
telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. (Q.S. An-Nisa: 34)
Cukup jelas dalam ayat ini
menyatakan bahwa suami-lah yang bertanggungjawab atas nafkah istrinya. Hanya
saja, menurut Dr. Yusuf Al-Qaradawi yang merupakan ulama kontemporer, seorang
istri dalam rumah tangga mempunyai kewajiban lain, yaitu wajib berkihdmat di
luar urusan seks kepada suaminya. Sehingga, apa-apa yang dilakukan istri dalam
hal rumah tangga seperti memasak, mencuci, menyapu, dan sebagainya merupakan timbal
balik dari nafkah yang diberikan suami kepadanya.
Namun, bukan berarti hal ini
menandakan rumah tangga yang diusung adalah rumah tangga transaksional. Adanya
nafkah dari suami berarti adanya pelayanan dari istri, atau sebaliknya, dengan
adanya pelayanan dari istri berarti suami harus memberikan nafkah yang sesuai
dengan pelayanannya. Hal ini sangatlah bertentangan dengan apa yang hendak
diajarkan Islam kepada umatnya.
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.(Q.S. Ar-Rum:
21)
Apa-apa yang dilakukan dan
dikerjakan oleh pasangan suami-istri hendaklah berasal dari rasa kasih sayang
antara mereka. Bermula dari rasa tentram (sakinah)
saat bersama, yang kemudian menimbulkan perwujudan rasa tersebut dengan cinta (mawadah) dengan bentuk harapan oleh
masing-masing pasangan, dan bermuara di rasa kasih sayang (rahmah) yang akan membuat pasangan saling merelakan dan
mengikhlaskan diri untuk saling menyatukan kelebihan dan kekurangan masing-masing,
begitupun dalam hal memenuhi tugas dan kewajiban sebagai pasangan suami-istri.
*Artikel ini lolos seleksi Pesantren Jurnalistik Majalah Hadila di Solo, sayangnya saya berhalangan ikut gara-gara kehabisan tiket kereta yang murah. Huhuhu :(
2 comments:
Nah! Dalam wilayah domestik maupun publik seharusnya suami dan istri saling berbagi tanggung jawab :)
Tepat sekali.. :)
Post a Comment